Jumat, 20 April 2012

Masuk ke Perut Jam Gadang Bukittinggi

Penunjuk waktu sudah menunjukkan pukul 11 tepat ketika para pelajar berangkat sekolah menyusuri taman di Jam Gadang Bukittinggi yang kokoh, indah dan mempesona. Beberapa anak bermain di tangga dan banyak orang yang duduk menikmati langit, Jam Gadang, lalu lintas yang ramai dan aktivitas jual beli di Pasar Atas.

Menurut Wikipedia, Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dimana tingkat paling atas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang, dimana mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Keunikan dari Jam Gadang sendiri adalah pada kesalahan penulisan angka Romawi empat (IV) pada masing-masing jam yang tertulis "IIII". Kesahalan penulisan tersebut juga sering terjadi di belahan dunia, seperti angka 9 yang ditulis "VIIII" (seharusnya IX) ataupun angka 28 yang ditulis "XXIIX" (seharusnya XXVIII).[1][2]
Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazin Sutan Gigi Ameh, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol kota Bukittinggi.[3]

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk klenteng. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan kedutaan besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.[4]

Namun tidakkah anda penasaran untuk melihat isi perut Jam Gadang tersebut?

Pada foto dapat kita lihat bahwa "otak" dari Jam Gadang berbentuk mesin mekanik dengan roda-roda gigi dan bandul yang saling berkaitan. Ukurannya tidak terlalu besar, sekitar satu meter persegi. Mesin ini terletak di lantai 5 Jam Gadang. Untuk naik ke atasnya agak susah karena sempit dan tangga yang curam. Orang gemuk dan anak kecil yang masih digendong disarankan untuk tidak naik.
 Pada gambar di atas terlihat kabel-kabel dan penunjuk Jam Gadang yang terhubung dengan mesin jam. Sedangkan lonceng yang berdentang setiap jam dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.
Disarankan untuk tidak berada dalam Jam Gadang saat bunyi lonceng tiba karena bunyinya cukup keras.
Pengunjung tidak selalu dapat masuk ke dalam Jam Gadang karena tidak terbuka untuk umum, jadi tidak ada tarif atau retribusinya. Jadi lebih tergantung kondisi dan kebaikan hati dari petugas jaga.Untuk naik ke atas juga tidak dapat banyak orang mengingat kondisi jam ini pasca gempa dan struktur Jam Gadang yang dibangun hanya dari kapur, putih telur, dan pasir putih.

0 comments:

Posting Komentar